Poetry Part 1

Written on 06/05/2022
Lidya Rundu'Padang


Jawaban Tanpa Fiktif Belaka
(Lidya Rundu'Padang)

Dalam keramaian tanpa keheningan,
Menemukan jiwa yang remuk oleh keadaan.
Dengan tekanan yang diberikan oleh keadaan yang memilukan,
Membuat jiwa akhirnya tak berdaya dalam keramaian.

Damai yang hilang dari diri,
Membuat air mata membanjiri wajah yang tak bersalah, demi menggapai sejahtera yang ingin dirasakan oleh batin serta raga.
Memang kenyataannya tak semanis yang dibayangkan karena diri merasa penuh akan rasa bersalah.

Deretan pilu yang menguasai diri,
Ditemani sang pikir yang tak pernah henti berpikir.
Dengan semua hal yang terjadi,
Dunia yang dihuni oleh sang pemikir seperti tak punya akhir.

Diri yang berada dalam keramainan,
Diri yang selalu merasa kosong tanpa kenyamanan dalam keramaian,
Merasa semua tak punya arti apa-apa, hampa dalam keramaian.
Membuat diri tak ingin berharap banyak akan apa yang dunia berikan.

Diri tak henti memandangi diri yang selalu berpikir,
Akan kah ada waktu sejenak untuk diri terlelap tanpa dipenuhi pikiran-pikiran dari sang pemikir?

Diri pun seketika membuka suaranya, 
Dengan berinisiatif tuk menyinkronkan hati, pikiran, serta jiwanya
Diri yang sontak merasa bahwa diri tak sendiri saja
Dengan kekompakan yang terjalin, ditemuilah satu jawaban yang pasti membuat diri merasa teduh dan nyaman.

Jawaban tersebut adalah Dialah satu-satunya Tuhan yang adalah sumber kekuatan dari segala kelemahan yang dirasakan oleh diri yang remuk oleh keadaan yang mengancam.
Jawaban yang pasti tanpa fiktif belaka!
Dialah Tuhan yang setia menemani walau diri berada dalam titik terendah.



Inilah Jeritan Kami
(Lidya Rundu'Padang)

Langit cerah tak mencerminkan bahwa dunia baik-baik saja
Awan putih bercampur abu tak membuat semua kembali pada masanya
Lemas tak berdaya menjadi sengatan yang melumpuhkan gelora jiwa yang membara

Masa lepas telah menjadi sejarah,
Masa kini telah menjadi perjalanan ratap dan tangis, hingga kelak akan menjadi bagian dari masa lepas yang 'kan disambut masa depan yang cerah.

Pikir kami yang sontak menjerit kesakitan akan apa yang dunia beri,
Perasaan gundah gulana menguasai
Apakah masa lepas akan ada ujungnya?
Ataukah hanya harapan tanpa kepastian?

Inilah jeritan kami,
Bukan dari satu, dua, atau tiga orang saja yang berkumandang
Inilah ratap dan tangis kami, semua penjuru dunia pun menitipkan



Demi Indonesia
(Lidya Rundu'Padang)

Sumpahku adalah sumpahmu
Demi menjaga negeriku juga negerimu
Demi menjaga tanah ibu pertiwi,
Senantiasa membangun semangat generasi kini

Generasi yang kian luntur oleh semangatnya,
Bahkan rasa nasionalisme pun kian memudar
Generasi kini perlu kepedulian akan sesamanya,
Bahkan perlu menumbuhkan apa yang telah luntur

Generasi kini adalah kita
Siapa lagi kalau bukan kita?
Gerakan akan cinta tanah air,
Seharusnya melekat pada generasi kini

Jika hilang, bangkitkan lagi!
Jika tamat, maka habislah negeri ini
Sadarkah kalian betapa berharganya negeri ini?
Sadarkah kalian, bahwa mereka yang telah gugur menjadi teladan masa kini?

Hentikan keegoisan diri!
Hentikan semua yang bisa melunturkan tekad, semangat, dan jua rasa cinta tanah air

Mari bangkit dan tunjukkan, bahwa kita bisa
Mari bercermin pada mereka yang telah berjuang sampai titik darah penghabisan.